Jumat, 04 November 2016

Review Film : The Doll (2016)





Sutradara         : Rocky Soraya                                               
Skenario          : Rocky Soraya, Riheam Junianti
Pemain             : Shandy Aulia, Denny Sumargo, Sara Wijayanto
Genre                : Horor
Durasi              : 1 Jam 46 menit
Tahun rilis       : 2016

Dilihat dari cover dan judulnya ini film cukup meyakinkan dengan gambar boneka dengan pencahayaan yang gelap. Covernya terlihat seperti film yang  berselera tinggi, ditambah dengan judulnya yang tampak seperti film garapan hollywood. Mungkin filmnya mencekam, dan mengerikan. Setidaknya covernya cukup menjadi pemancing persepsi awal orang untuk menonton film garapan Hits Maker ini.

Awalnya aku agak sedikit skeptis dengan film ini. Tapi untuk mencoba mencintia produk dalam negeri ditambah persepsi akan cover yang ala hollywood itu, kucoba menonton film ini. Apalagi film ini dibintangi oleh Shandy Aulia yang sebelumnya juga pernah bermain di film horor Rumah Kentang. Film rumah kenang cukup lumayan, tapi tidak dengan film ini.

Film The Doll sendiri bercerita tentang  pasangan muda Daniel dan Anya yang baru pindah ke Bandung. Daniel (Denny Sumargo) bekerja di sebuah perusahaan dan menjadi pengawas proyek. Dengan mengesampingkan mitos dan hal-hal yang diluar logika, ia berani menebang pohon yang menurut orang sekitar keramat di sekitar proyek. 

Ketika ia pulang, tiba-tiba boneka yang tadinya tergantung di pohon yang ia tebang ada dalam mobilnya. Tadinya mau dibuang tuh boneka, tapi karena Anya (Shandy Aulia) istrinya adalah seorang pecinta  dan sekaligus pembuat boneka. Boneka dengan wajah angker itu pun disimpan istrinya. Rupanya disinilah awal petaka dan teror terjadi. Sejak kehadiran boneka yang belakangan diketahui bernama gawiah itu hadir dirumah mereka, teror pun mulai berdatangan menghampiri keluarga kecil ini.

   Dalam film beberapa kali ditampilkan penampakan jalan Siliwangi di Bandung. Di dunia nyata jalan ini memang dikatakan menyimpan cerita dan mitos tentang boneka yang berkembang di masyarakat sekitar. Sehingga dasar film ini pun diambil dari mitos di jalan Siliwangi tersebut.

Patut di apresiasi dari film yang digarap oleh Rocky Soraya ini adalah kembalinya film Indonesia yang “murni” horor. Tidak ada embel-embel paha, dada, dan umbar pergaulan bebas yang kemudian mengaburkan esensi film itu sendiri. Tapi meski demikian film ini menurutku masih terdapat banyak kekurangan di beberapa titik.

Hal yang patut disayangkan adalah adegan pembukanya sangat mirip sekali dengan adegan pembuka film The Conjuring. Dari situ aku mikir, “wah, jangan-jangan ini film sampai akhir mirip lagi dengan film hits hollywood itu.” Tapi rupanya itu hanya adegan pembuka saja. Aman.

Rupanya rasa skeptisku akan film ini terbukti, dimulai dari dialog cinta-cintaan Anya dan Daniel yang entah kenapa membuatku geli. Selain itu dialog-dialog dalam film ini kok terasa kaku ya sehingga akting para tokohnya pun ikutan pada kaku. Tak sampai disitu ada beberapa adegan di film ini yang menurutku juga absurd. Sehingga membuatku mengerutkan kening dan kadang membuatku tertawa juga. Terutama dalam urusan mendobrak pintu. 

Jalan ceritanya kurang kuat. Latar belakang Anya yang seorang pembuat boneka tidak begitu ditampilkan. Di salah satu adegan ada bagian yang menampilkan mereka hidup susah dan pas-pasan, tapi dari segi make up, busana dan latar belakang rumah tidak menunjukkan hal itu. Ia sih adegannya lagi naik metro mini, tapi pakaiannya tampak kaya artis lagi blusukan.

Endingnya juga tidak begitu wah, maksud hati ingin membuat twist ending. Tapi aku malah berasa aneh aja gitu ya endingnya. Ada sebab akibat yang janggal yang terjadi di endingnya ini. Cara pengusirannya rohnya pun terlihat biasa saja, tidak sehebat yang dikatakan oleh Bu Laras (Sara Wijayanto) sang paranormal dimana sampai membuat suaminya meninggal. Endingnya banyak mengumbar darah dan luka yang cukup terang. Film yang tadinya tema horor biasa, malah jadi gore horor.  Secara keseluruhan film ini aku rasa masih kurang matang, dan terkesan apa adanya.

Sebenarnya masih banyak lagi hal yang janggal habis menonton film ini. Tapi berhubung tidak tega nulisnya, hehe. Meskipun banyak kekurangan di sana sini. Tapi film ini setidaknya memiliki beberapa nilai plus. Pertama adalah scoring dan sound effect yang cukup lumayan. Cukup meyakinkan dan dapat membangun suasana horor yang mantap di sepanjang film ini. Setting dan pencahayaan pun dibuat remang-remang dan sekali lagi kukatakan cukup meyakinkan. Dan tentu saja tidak ada lagi unsur erotisme dalam film ini. Setidaknya sudah ada sedikit perubahan untuk film horor Indonesia.

---My rate :  5/10---

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar