Selasa, 18 Oktober 2016

Resensi Buku : My Life as Film Director





Judul Buku     : My Life as Film Director                                 
Penulis            : Haqi Ahcmad
Penerbit          : PlotPoint Publishing (PT. Bentang Pustaka)
Tahun             : 2012
 

Dengan berkembangnya teknologi, maka segala hal yang berhubungan dengan dunia digital pun kian hari kian mudah saja. Akses yang begitu mudah di media sosial, memberikan berbagai macam kemudahan tentang apa yang ingin kita geluti. Termasuk menjadi seorang sutradara. 

Menjadi seorang sutradara tampaknya menjadi salah satu peranan yang cukup banyak digeluti oleh anak muda. Setidaknya Hal ini bisa terlihat dari tingginya antusiasme anak muda dalam mengikuti festival film yang banyak diselenggarakan. Selain itu banyaknya film pendek yang di unggah ke media sosial dapat menjadi sebuah tanda bahwa menjadi sutradara sekarang ini cukup bergengsi.

Benarkah menjadi sutradara sekarang semudah itu. Kalau secara independent sih iya mudah sekali. Asal punya kamera aja, sudah bisa buat film, kemudian di edit lalu unggah ke media sosial untuk di promosikan. Namun jika ingin menjadi sutradara di industri perfilman nasional memang tidak semudah itu. Ada suatu proses panjang yang mesti dijalani. 

Melalui buku ini yang ditulis oleh Haqi Achmad yang berjudul My Life as Film Director, proses-proses itu terlihat cukup masuk akal dan dapat ditempuh dengan mudah oleh siapa saja. Dalam buku yang membahas tentang kehidupan sutradara ini kita banyak belajar tentang jalan hidup beberapa sutradara ternama Indonesia dalam merintis karir dari awal. Beberapa sutradara yang dibahas dalam buku ini diantaranya adalah : Hanung Bramantyo, Joko Anwar, Ifa Isfansyah, dan Sammaria. Keempat sutradara itu namanya sudah malang melintang di jagat perfilman nasional. 

Haqi Achmad dalam buku ini tidak bercerita tentang teknis bagaimana penyutradaraan sebuah film. Lagipula kalau itu dilakukan oleh Haqi Achmad, justru buku ini terasa kurang seru. Sebaliknya buku ini lebih menyajikan spirit perjalanan hidup keempat sutradara ini dalam menapaki karir di industri perfilman mulai dari nol. My Life as Director Film banyak memberikan suntikan motivasi kepada para pembaca yang memiliki minat untuk menjadi seorang sutradara. Bahwa segala hal yang kita tekuni dengan sungguh-sungguh bukan tidak mungkin akan berbuah kesuksesan.

Menjadi sutradara tidak mesti harus sekolah film, tidak mesti harus seorang yang menimba ilmu di institut seni. Joko Anwar dan Sammaria membuktikannya. Joko Anwar yang merupakan alumnus ITB, sempat menjadi seorang wartawan dan kritikus film sebelum menjadi seorang sutradara. Lain lagi dengan Sammaria yang merupakan seorang sarjana teknik yang sempat bekerja sebagai arsitek di perusahaan singapura. Tapi meskipun bukan berlatar belakang seni dan film, setidaknya mereka memiliki kegemaran dan passion di bidang film.

Lantas bagaimana keempat sutradara ini memulai debutnya di perfilman nasional? Joko Anwar membuka jalan karirnya sebagai sutradara dimulai dari wartawan dan kritikus film, suatu ketika ia dapat kesempatan mewawancarai penulis skenario terkenal. Dari sinilah Joko Anwar coba menawarkan skrip Janji Joni yang kemudian menjadi jalan baginya menjadi sutradara.

Ifa Isfansyah sebelum menjadi sutradara film layar lebar, namanya sudah tidak asing di jagat film-film pendek. Sebelumnya ia adalah orang yang sering bikin film-film pendek. Hingga suatu ketika film pendeknya yang berjudul Mayar berhasil menarik perhatian publik dan berhasil memenangkan festival film. Kemudian tawaran untuk menyutradarai film panjang pun berdatangan menghampiri Ifa.

Sedangkan Hanung bisa dikatatakan mulus dan mudah saja karirnya. Setelah ia lulus kuliah di IKJ, ia sudah merintis karir membuat film dan menyutradarai beberapa sinetron dan FTV.  Lain dengan Sammaria yang lamarannya untuk bekerja beberapa kali di tolak oleh Production House. Hingga akhirnya ia nekat membuat film sendiri. Siapa sangka film pertamanya pun sukses dan mendapat penghargaan sebagai skenario terbaik. Dari sinilah jalannya mulai terbuka sebagai Sutradara di perfilman tanah air.

Jika dilihat dari perjalanan keempat sutradara itu, bisa ditarik kesimpulan bahwa segala hal yang ingin kita capai, dapat terwujud jika kita bersungguh-sungguh. Jika kita fokus dan benar-benar menyukai hal-hal yang berbau film. Bukan tidak mungkin kita akan bisa seperti keempat sutradara itu. Lihat  saja jalan hidup sutradara-sutradara itu seperti dipenuhi keberuntungan karena kekuatan fokus dalam diri mereka. Sebagian besar jalannya dimudahkan. Ada yang baru bikin film pertama langsung goal, ada yang sudah merintis karir dengan menyutradarai sinetron dan ada pula yang menjadi wartawan terlebih dahulu.

Ditulis dengan bahasa yang menarik, mudah dicerna dan enak dibaca, buku ini sangat recommended dan wajib dibaca bagi siapapun yang ingin jadi sutradara. Meskipun bukan buku yang bercerita tentang teknis penyutradaan, tapi setidaknya buku ini bermuatan nilai yang “provokatif” dan ingin menyampaikan bahwa siapa saja bisa menjadi sutradara. Dengan halaman yang full color, tata letak yang  dan huruf yang bagus, membaca buku ini jadi lebih menyenangkan.

Akhir kata, saya kutipkan pernyataan dari Ifa Isfansyah :
 “Satu-satunya cara agar bisa menjadi sutradara adalah dengan membuat film. Enggak ada cara lain hanya membuat film. Jadi kalo mau jadi sutradara bikinlah film




Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar